Jabatan ohh Jabatan
Akhir Juli kemarin (pas puasa Ramadhan), aku mendapatkan undangan untuk menghadiri pelantikan Jabatan Eselon IV yang berarti aku akan resmi menjadi Kepala Seksi. Seperti biasa, gegap gempita mengiriningi kejadian ini karena nama-nama yang dilantik dikirim ke e-mail semua Kabupaten/Kota seluruh Kalimantan Selatan. Tidak sedikit yang mengucapkan selamat, tak sedikit pula yang meminta traktiran untuk merayakannya. Tapi tak ada satupun yang mengingatkan untuk berhati-hati dalam memegang “tanggung jawab” yang baru ini.
Senang? tidak juga, karena aku tahu setelah pelantikan ini harus seperti dan menjadi apa. Karena sebelum-sebelumnya juga sudah menjadi Plh/Plt Kepala Seksi. Bukannya beban berkurang di pundak, akan tetapi makin menjadi saja beban yang harus dipikul setiap saat. Kata orang enak jadi seorang pejabat, aku ngerasa lebih banyak gak enaknya jadi seorang pejabat. Banyak yang harus dikorbankan, waktu, tenaga, biaya bahkan terkadang iman ini mudah sekali digoyang pelan maupun kencang.
Anehnya, di institusi yang sama atau di institusi lainnya fenomena perang jabatan makin terlihat jelas dan menggila. Hilang sudah rasa malu akan sebuah sumpah yang “dulu” mereka ucapkan. Kalau boleh jujur, terkadang aku miris dan prihatin melihat, mendengar banyak yang mati-matian ingin menjadi seorang “pejabat” dari berbagai level Eselon dengan usaha yang terkadang “tidak masuk akal” dan di luar logika. Saling sikut, perang ego, bahkan fitnah menjadi senjata kalau perlu untuk menjegal seseorang yang “dicurigai” akan menduduki posisi tertentu demi mengamankan posisi yang “dikehendaki”. Bagi yang berhasil, akan terpancar aura bahagia dan senang meluap-luap hingga tahap “freak”. Bagi yang gagal, kinerjanya akan cenderung menurun dan asal-asalan hingga yang paling parah mengajukan pindah atau mutasi atau overhand atau apalah. Semua terjadi hanya karena sebuah “jabatan”. Mungkin terdengar klise dan naif, kalau aku berbicara di sini mengomentari “mereka” para senior yang terlebih dulu bertahta di area ini karena “suatu saat” bisa saja aku menjadi salah satu dari penganut mahzab “gila jabatan” meski untuk saat ini melihatnya saja aku MUAK (nauzdubillah mindzalik).
Sebenarnya apa sih yang dikejar dari sebuah jabatan? gengsi? posisi? atau apa?
semakin tak masuk akal jika alasannya adalah meperkaya diri, hell sh*t.
Betapa menyenangkannya jika bekerja digunakan untuk sarana ibadah dan berbakti pada negeri tanpa ribut terhadap segala hal yang berbau jabatan. Keluarga dan teman terkadang harus berubah posisi menjadi lawan saat jabatan dipertaruhkan.
Sudahlah, tak guna berkoar tanpa makna seperti ini. Berusaha yang terbaik sajalah dalam menjalankan jabatan ini. Berharap bahwa jabatan ini adalah titipan yang harus dijaga jangan sampai tujuannya berbelok arah ke jurang hina di seberang sana.
Nikmati dan bersyukur, anggap itu amanah dan untuk memacu kinerja menjadi lebih baik, untuk diri sendiri untuk kantor dan lain lain.
Selamat dan sukses mas AdiW.
salam dari Bengkalis Negeri Junjungan
Aamiin,semoga tetap istiqomah mjk.
Mksh atas supportny
Jadi kasie = tambah stres 😀 masih jadi Plh aja udah stres minta ampun *curhat*
pengen cm jadi fungsional aja dagh. Grade nya sama persis… tapi sutralah, dijalani aja. Mungkin pimpinan emang lagi “percaya” ama kemampuan kita :-p