Apa Kabar Pembangunan Manusia di Kalsel?

Pembangunan identik dengan sebuah proses membangun sarana-sarana yang dibuat untuk mempermudah masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti jalan raya, jembatan, rumah sakit, kantor, pasar dan sebagainya. Selama ini definisi pembangunan seperti inilah yang kita kenal, tak lain dan tak bukan pembangunan yang bermuara pada tercapainya kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah yang disebut juga pembangunan manusia.

Sebuah negara dikatakan berhasil melaksanakan pembangunan dilihat dari beberapa hal, salah satunya adalah tingginya Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sebuah ukuran yang diperkenalkan UNDP untuk menggambarkan tingkat keberhasilan sebuah negara dalam menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyatnya menikmati kehidupan yang sehat, layak dan produktif yang tercermin dari pendapatan, kesehatan dan pendidikan.

Penghitungan IPM ini dilakukan oleh semua negara dengan konsep dan definisi yang sama sehingga dapat diketahui keterbandingan yang berlaku secara internasional. Lebih lanjut, menurut BPS (2010) keberhasilan pembangunan manusia dilihat dari seberapa besar permasalahan dasar yang dialami masyarakat dapat teratasi meliputi kemiskinan, gizi buruk, buta huruf dan pengangguran. Angka IPM ini memiliki peran penting sebagai dasar pokok dalam menentukan penyusunan Dana Alokasi Umum selain jumlah penduduk, luas wilayah, PDRB per-kapita dan Indeks Kemahalan Konstruksi. DAU inilah yang secara langsung akan menentukan laju pembangunan di suatu daerah yang imbasnya adalah kesejahteraan masyarakat.

Dalam merepresentasikan keberhasilan akan pembangunan manusia, angka IPM ini tersusun atas beberapa komponen diantaranya adalah longevityknowledge dan decent living standart.Longevity merupakan dimensi yang menunjukkan masyarakat sehat dan panjang umur yang dijelaskan melalui indikator Angka Harapan Hidup. Knowledge merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat yang dicerminkan melalui indikator Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah. Decent living standart merupakan dimensi terakhir penyusun IPM yang merupakan gambaran dari kesejahteraan masyarakat untuk hidup layak yang diukur dari Paritas Daya Beli. Ketiga dimensi ini merupakan sebuah keterkaitan yang menggambarkan IPM secara utuh dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.

Dilihat dari tingkat IPM, Indonesia diprediksikan berada di peringkat 124 dunia pada tahun 2011 (UNDP, 2012), berada di bawah negara tetangga seperti Malaysia (60), Thailand (103) dan Filipina.

 

Lalu bagaimana dengan Kalsel? Posisi Kalsel tidak beranjak dari peringkat ke-26 dari seluruh provinsi di Indonesia. Sedangkan IPM provinsi lain di Pulau Kalimantan seperti Kalteng (7) dan Kaltim (5) jauh lebih tinggi di atas Provinsi Kalsel, sedangkan Kalbar berbeda tipis dengan peringkat ke-28. Sebuah kenyataan bagai pil pahit yang harus ditelan oleh pemerintah daerah. Akan ada pertanyaan yang menggelitik, “apakah daya dan upaya pemerintah Provinsi Kalsel selama ini sia-sia?”. Lalu sebagian kalangan menuduh bahwa angka IPM ini hanyalah sebuah rekayasa atau menyalahkan metode penghitungan IPM.

Terlihat, pemerintah Kalsel memang telah bekerja ekstra yang ditunjukkan nilai IPM yang merangkak naik pelan namun pasti dari tahun 2006 sebesar 67,75 menjadi 69,92 meskipun masih berada di bawah IPM rata-rata Indonesia dan peringkat Kalsel tak juga beranjak naik. Jangan lupa bahwa tidak hanya pemerintah Kalsel yang berjuang keras demi pembangunan manusia di daerahnya, akan tetapi pemerintah provinsi lain melakukan hal yang sama bahkan mungkin lebih keras lagi. Caci maki terhadap data hanya akan berujung frustasi dan menghabiskan banyak energi, karena metode dan pengumpulan datanya sudah sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan.

Evaluasi merupakan pilihan tepat untuk menata kembali kebijakan-kebijakan yang telah dilaksanakan. Dilihat dari komponen penyusun IPM, tentunya dapat diketahui bahwa banyak hal yang menyebabkan pembangunan manusia di Kalsel belum berjalan efektif. Belum termanfaatkan dengan baik fasilitas kesehatan, tingginya kematian ibu dan balita, banyaknya pernikahan dini dan kurangnya jumlah bidan atau tenaga kesehatan di desa merupakan masalah di bidang kesehatan yang memerlukan penanganan lebih tepat dan cepat. Hal lain adalah rendahnya tingkat pendidikan penduduk Kalsel. Meskipun telah diselenggarakan pendidikan dasar gratis, kurangnya motivasi penduduk usia sekolah untuk bersekolah turut melecut tingginya tingkat buta huruf dan putus sekolah terutama di daerah pedesaan. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya latar belakang pendidikan para pendatang dari daerah lain yang menetap di Kalsel untuk mencari penghasilan yang rata-rata pendidikannya cukup rendah.

Semua masalah tersebut tidak terjadi secara terpisah melainkan terkait satu sama lain, dibutuhkan tidak hanya sekedar pembangunan fisik semata akan tetapi perlunya mulai memberdayakan masyarakat agar sadar terhadap hidupnya sendiri dan mulai berpikir untuk mandiri meraih penghidupan yang layak. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak lantas menjadi manja mengharap datangnya bantuan atas ketakberdayaan mereka. Imbasnya adalah masyarakat dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sehingga pengangguran menurun, dalam hal ini diperlukan kebijakan yang berorientasi padat karya. Selain itu sarana kesehatan dan pendidikan haruslah terakses mudah dan murah oleh segala lapisan masyarakat.

Kalau semua permasalahan “rasanya” sudah terselesaikan, sebuah angka IPM janganlah menjadi target utama melainkan pijakan agar kita bisa termotivasi lagi membangun masyarakat di Bumi Lambung Mangkurat dengan kerja keras yang lebih serius dan lebih giat lagi.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: